Saat kau menganggap sesuatu itu ada,

yang nyatanya tidak…

dan saat orang berpikir kau gila,

namun kau pikir sebaliknya…

Apa yang terjadi?

Itulah dunia ini yang penuh paradox.

Dimana dalam perspektif yang sempit

kita berusaha mencari arti.

Berangkat dari keterbatasan tersebut

diperlukan ruang yang tidak terbatas.

Ruang tersebut penuh dengan privasi

dimana semuanya mungkin terjadi.

Kenapa tidak?

Semuanya ternyata memang mungkin terjadi.

Ayo, gunakan imajinasimu…

Semedi di Rahim Ibu

-untuk ibu pertiwi yang air matanya
tak henti menjadi doa-

Telah lama tak kudidihkan jantung ini
untuk sekedar menghafal warna darahku.
Di sini tahun-tahun begitu sakit untuk dibaca,
sesakit tanah airku yang terus digadai air mata.
Dari detik-detik yang kutelan kemarin,
ingatanku meleleh bersama gelisah para pedagang
yang perlahan keringatnya disadap konversi minyak ke gas,
kucium kota-kota tak lagi perawan, di saat deretan mall
dibangun khusuk bersama bising knalpot.
Kulukis ijrail di ruang ini, sambil menghafal banjir yang mengalir
dari mata ibuku. Untuk kesekian kalinya,
kusaksikan orang-orang kian menyusu di trotoar,
ketika kampung halaman ditinggal bukit dan sawah.

Inilah negeriku, negeri yang pasrah air tanahnya disedot kapitalis.
Melulu BBM kita ditipu, melulu pendidikan dijarah komoditi,
melulu reformasi ini dicetak realita dengan arti "repot makan nasi".
Lalu tiba-tiba nadiku merambat ke rahim ibu,
menyaksikan doa-doa kelu yang kian disebrangkan globalisasi.
Mengapa harus kutunggu masa depan negeri ini karam,
saat air mata kita adalah sekoci yang siap dilayarkan harapan.
Mungkin masih tersisa sebiru catatan di hatiku,
tentang nilai kesederhanaan yang memuai ke pagi ini,
di mana kesejukannya mengabadi bersama puisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar